Jumat, 13 Agustus 2010

menjelang 19 Austus 2010..hrrr

sperti yang diketahui khalayak ramai mengenai pengumuman dahsyat yang terpampang di mading ajmp fakultas, bahwa:

Anggun Desmagianti Haryaningtyas
b04060485
UASKH tanggal 19 Agustus 2010

jreng..jreng..jreng...
mata orang2 terbelalak..
seakan tak percaya,, bagaimna mungkin tim penelitian patologi tahun ini memecahkan rekor tidak lulus belakangan..hancur sudah hipotesa penelitian di patologi bakalan bikin lw lulus belakangan...

persiapan menuju 19 ini bagaimana?
jangan ditanya!
w udah berusaha sangat keras...penuh peluh keringat, dan kadang lidah ber-panting ria mengeluarkan panas dari dalam tubuh,,,(busyeng)
gue pinjem diktat2 kuliah fisio, cunningham, guyton, endo dan ekto, semuaaa yang hilang dari gue..
(baru inget ikk dan itr belum ku pinjam)
dan itu tumpukan buku berakhir di kos an..dimana, sekarang udah gw tinggal balik ke rumah..

persiapan di rumah?
susu 2 krat, cemilan, buah2an,
untuk apakah itu semua?
yaa untuk gemukkin badan..
belajarnya?
jangan tanya!
gue gak kalah hebatnya dengan para mahasiswa berprestasi itu.
dari bangun hais saur hingga waktu dzuhur, udah gw pantengin tuh komputer!
ngapain?
ngapain lagi kalo bukan facebookan, maen zoo paradise, liat2 blog..

tapi adakalanya kokotak gue yang kram ini menjadi benar adanya.
semalam buktinya, gw searching perkembangan2 terbaru dari unggas peternakan pada 2010.
yaa,, dapetlah,,dan gw rasa itu cukup lumayan..
hmmm...

sidang..sidang..sidang...
dan tiba2 gue teringat!
astagfirullah!!
perbaikan draft skripsi yang harusnya guw ambil dari dosen ps gue untuk disisipkan ke map ajaib itu (berisi draft openilaian sidang yang dikrim ke dosen2 penguji) belum gw ambil!!!

bismillah aja dah..
apa guna punya daya pikat menarik? kalo gak bisa jawab akan gue keluarkan jurus terampuh cumi termehek2..
dengan bibir yang agak bergetar2 gimana gitu, suara yang sedikit serak dan mata yang akan berkaca2..gue akan bilang: maaf bu saya lupa jawabannya..

dziiing.....

puasa hari kedua di kos an..

12 Agustus 2010..
berlokasi di wisma intan terasoyy..

alkisah, wisma intan yang dulunya sepi, sekarang penuh penghuni, bejibun ajibnya, dan tak kalah eksotiknya ma yang di kebon binatang..! (maksud loe cum??)

pukul dua dini hari, di saat mata gw mule terpejem, karena seharian panik nurusin pendaftaran sidang..
sekelompok anak muda yang masih ingusan (disinyalir berjalan sambil membawa segulungan tissu dan ingus yang up and down) tetabuhan gak asik (menurut gw) keliling kampung. dan kebetulan jam 2 itu, mereka-mereka yang konon berguru ilmu kalong pada mbah kedondong di pinggir jembatan stopping by depan kos an..which is di bawah jendela kamar gw!

kenapa gw bisa mengambil kesimpulan seperti itu? karena...suara mereka kenceng banget!! kuping gw yang udah gak digali lobang selama 3 bulan lamanya, yang udah ketutup kotoran yang mungkin laku kalo dikiloin ini pun masih bisa mendengar teriakan mereka ngebangunin penghuni wat sahur.

tiga hal baik yang gw tahu dari hal ini adalah------------> loe bakalan tahu kenapa gw ngomg gini..next..:
1. ilmu kalong mbah kedondong mereka maknyoss..bisa gw tiru pas belajar sidang atau ngerjain laporan koas
2. niat mereka yang sebegitu baiknya ngebangunin penduduk (tanpa tahu sebenarnya penduduk dengan jeritan hati yang menusuk relung jiwa... pengen banget ngebanjur mereka pake aer lima ember)
3. mereka bisa jadi suporternya brandon pas di imb atau sekalian ikut gong show dengan kategori "kelompok ngebangunin orang sahur paling gigih dan tak gentar!"

lagiaaan,,,
tau gak cara mereka ngebangunin tuh kayak apa?

------->>dak duruduk duk,,(gebukan yang gak beraturan entah apa yang digebuk)
"teeehh bangun teeeh!!sahur teeeh!!! sahur teeh...!!"
berulang kali..

2 menit kemudian....

suasana kos gw masih tetap hening..begitu juga kelompok bocah2 kalong itu,..
mungkin mereka mengharapkan ada lampu yang tiba2 menyala, atau kepala yang nongol dari jendela yang tiba2 terbuka dan ngejawab "iyaaa!!"
tapi suasana wisma intan masih saja sunyi seyap..
dan mereka pun kembali berteriak..
"wooooi..teeh!!bangun dong!!! sahur niyh!!! woi teeh!!! buset daaah!! teh bangun teeh!!"

dan teriakan terakhir mereka beserta gebukannya itulah yan bikin gw kesel..
hrrr...
selagi mata gw terpejam, gw ngebayangin..
gw bangun, ke kamar mandi, ngegotong ember berisi aer, trus gw banjur dari jendela..
dan mereka akan berkata:
"wah,,teteh cantik banget abis bangun tidur, mau lagi dong teh banjurannya"
dengan mata yang berbinar2 dan tangan terkepal di dada..
dan gw pun berteriak...
"tidaaaaaaaaaaaaak!!!!"

hah..hah...hah...
gw pun benar2 terbangun dan beristigfar..
buka karena khayalan tentang apa yang gw lakukan ke mereka2 murid mbah kendodong itu...tapi,,
gw ngebayangin gimana sulitnya gw menghindari cegatan2 fans2 fanatik gw itu di setiap tikungan jalan mau berangkat ke kampus...ooh...tidak!!

------------------------------------end----------------------------------------------

Minggu, 08 Agustus 2010

satu..

A

Braak!!!
Ku banting pintu kamar di belakangku. Masih dengan posisi tegak berdiri, ku tutupi wajahku dengan kedua tanganku. Air mata tak terbendung mengalir begitu saja. Hancur sudah. Tak bersisa semuanya. Tak layak lagi aku dicinta.
Kubiarkan panggilan teman-teman kos ku di depan pintu kamarku. Tak akan pernah bisa kuceritakan ini pada mereka. Tak akan.
“Adinda..!”
Tok..tok.tok..
“Dinda..Din, ayo dong buka pintunya.”
Tok..tok..tok…
“Ndot, buka napeh? Kenapa lu? Dateng-dateng dah banting sana banting sini. Aduh! Sakit tahu!”, seru Lin sambil menatap Mila galak.
“Lu ngomong ati-ati dong, Lin! Si Dinda lagi mewek lu ngomong gitu. Mana mau dia buka ni pintu.”, bela Mila sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar Dinda.
“Tu anak kenapa lagi sih Mil? Berantem lagi sama pacarnya? Heuuh..masih betah aja tuh Dindot ma tuh buaya. Perlu gak kita bilang kalo waktu itu kit…”, ucapan Lin terpotong.
“mmm…auun..ehmm”, Lin mencoba bicara.
“Jangan! Gila apa lu? Hati-hati ah, jagalah perasaannya Dinda dikit.”, omel Mila.
Kreek..
Suara pintu terbuka. Dinda mengintip dari balik pintu kamarnya.
“Apa yang perlu aku tahu tapi menurut kalian sebaiknya tidak?”, tanya Dinda penuh selidik.
Mila dan Lin saling bertukar pandang. Lin mengangkat bahu.
“Gue gak ngerti apa yang lu omongin Ndot.”, sambil melirik Mila.
Mila yang menangkap maksud Lin menegaskan jawaban Lin, “Iya gak ada apa-apa, tadi gue Cuma mau bilang sama lu. Lin sekarang dah pinter massage muka ma punggung. Hasil magangnya sukses banget gitu Nda. Jadi kalo muka lu keliatan bengep abis nangis, yaa…coba aja di pijet-pijet ma Lin. Hitung-hitung, facial ala kos an lah.”
Dinda menatap Lin dan Mila bergantian. Sepasang manusia yang ditatapnya tampak mengkeret di depannya.
Lin berbisik, “Busyet dah, tampangnya kayak singa kelaperan.”
Duk!
Kaki Mila menendang kaki Lin pelan. Lin meringis kesakitan.
Dinda pun membuka suara, “As you both know, Mila doesn’t good when she lie.”
Braak!!
Pintu di hadapan Mila dan Lin terbanting lagi.
Lin menatap Mila geli, “Kayaknya lu kudu ambil mata kuliah 3 sks lagi Mil”, ujarnya sambil melenggang pergi ke ruang tamu.
“Maksud lu? Ogah amat, seminar gue tahun ini. Mata kuliah apa pula?”, Tanya Mila.
“Ngibul. Biar gaya bohong lu oke dikit.”, jawab Lin tengil.
“Oh ya? Dosennya siapa kalo gitu?”, lanjut Mila.
“Pak Bohong yang tahun lalu nikah sama Bu Tipu dan memiliki sepasang anak kembar bernama Bohong membohongi dan Tipu menipu. Konon sepasang suami istri itu berasal dari Negara Fitnah nan Keji dan Mungkar.”, celoteh Lin yang langsung ditanggapi Mila dengan lemparan bantal tepat di wajahnya.
“Gelo bin garing. That’s you!!”, sahutnya.
Keduanya lama terdiam sambil menonton televisi yang gak jelas iklannya. Gak tahu garuk-garukan, tarik-tarikan, tonjok-tonjokan? Yang jelas bukan cium-ciuman. Ya udah disensor lah samalembaga sensor kalo ada iklan kayak gitu!
“Gue tetep ngerasa bersalah. Gw rasa Dindot perlu tahu apa yang kita lihat kemarin di depan fakultas Mil.”, kata Lin pelan.
“Jangan sekarang Lin. Kasihan Dinda. Gue tahu lu gak suka Putra memperlakukan dia seperti itu. Tapi gak sekarang. Satu lagi. Ralat! Bukan kita, tapi lu.”
“She deserve for someone better, Mil. She’s perfect!”
“Tahan emosi lu Lin”
“Awas aja tuh Putra. Sekali depan mata gue dia bikin Dindot lebih parah dari ini, jurus taekwondo sabuk merah gue dah siap buat matahin giginya itu.”
“Kalo gue jadi Putra, dengan senang hati deh gue. Secara ngehemat uang berobat ke dokter gigi. Hahahaha…”
“Serius Mil. Putra dah keterlaluan. Bukan gue aja kali yang ngeliat ni depan mata. Lu tanya aja temen-temen yang lain. Terang-terangan gitu Putranya ngelabain Dinda!”
Mila terdiam. Dia tahu pasti kebenaran itu. Hanya saja, dia juga tahu, sama seperti yang teman-teman fakultasnya ketahui. Betapa besar rasa sayang Dinda pada Putra yang tak dibalas dengan hal serupa. Hal itulah yang membuat ‘pemandangan-pemandangan’ busuk di depan mata itu menjadi rahasia publik. Komunitas fakultas khususnya. Semua teman menutupi hal itu dari Dinda.
“Hhhh, tugas kita hanya ‘mengangkat’ Dinda ketika ia jatuh dan menguatkan dia dalam pilihannya. Dinda gak akan lama bertahan seperti ini Lin, yakinlah itu. Batas kesabarannya akan segera habis.”, jawab Mila pelan.
Aku tahu, kamu sayang dia. Bukan. Kamu cinta dia. Demi dia kamu rela ngapain aja Din. Tapi kuharap semua itu masih pada batasnya.
Keduanya pun beranjak ke kamar masing-masing.
Selamat malam sahabatku. You’re so lovable for everyone. Not like me. Semoga semuanya akan baik-baik saja.
Tanpa mereka berdua tahu, di balik pintu kamar itu. Dinda duduk meringkuk, mendengar semua pembicaraan mereka. Air mata mengalir, tangannya menahan rasa nyeri di dadanya. Menyesakkan. Bodohnya aku, ujarnya dalam hati.
--------------------

L

“Fiuh, teriknyaa..”, keluh Lin sambil berusaha menutupi sebagian wajahnya sebisa mungkin menggunakan map biru yang ia pegang.
“Tahu gini, gak mau deh gue nerima ajakan tuh cowok buat lunch bareng. Udah bokek, kecele, gosong gini. Huft.”, keluh Lin lagi. Orang-orang di sekitar Lin celingak celinguk mencari lawan bicara Lin atau kadang curi-curi pandang hanya untuk memastikan apakah Lin mengenakan headphone-nya. Si tersangka yang telah menebarkan pikiran-pikiran aneh bin buruk di kepala orang lain ini malah tetap cuek sambil berjalan dan menendang apa saja disekitarnya. Batu, gelas plastik kosong, gumpalan kertas bekas, kucing, orang lagi duduk, mobil…oke..oke..tiga hal terakhir emang cuma dramatisasi aja . Lin benar-benar disibukkan oleh pikirannya sendiri mengingat kebodohannya 1 jam yang lalu.
“Hai, sori. Lama ya? Udah lama nunggunnya? Mau pesan apa?”, Tanya lelaki di hadapannya yang baru saja datang. Lin terperangah, lamunannya buyar.
“Oh iya, baru pesen cappuccino aja kok. Belum makan. Nungguin elo nih. Kemana aja Pak baru datang? Hampir karatan gue nungguin elo.” Jawab Lin dengan pertanyaan lagi.
“Wah, macet di jalan. Ada meeting dulu bentar, terus temen kuliah pasca ada yang minta dibantuin tugasnya jadi sempet mampir ke kampus juga tadi. Duh, maaf banget ya. Saya jadi gak enak.. saya traktir deh. Mas!”, ujarnya seraya memanggil mas-mas kafe.
Lin mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk menatap lelaki itu lekat-lekat. Gila, cakep banget sih lo, serunya dalam hati.
“ Lin? Halo Lin? Lintaang?” panggil lelaki itu sambil mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Lin.
“Ups! Iya, maaf-maaf. Ada apa Luk?” jawab Lin gugup. Ketahuan deh gue ngeliatin dia, pasti dia dah mikir yang macem-macem nih, runtuk Lin.
“Mau pesan apa?”, tanya lelaki yang bernama Luki itu (yaelah mbak, bilang kek dari tadi, pembaca penasaran tahu!)
“Ehm, sama deh kayak elo aja Luk”, jawab Lin masih dengan wajah yang setengah memerah.
“Oke yang tadi dua porsi aja ya Mas.” Ujar Luki pada mas-mas kafe. Mas-mas kafe tadi cuma angguk-angguk aja denger pesenan Luki, sambil menatap Lin geli. Tatapan mas-mas kafe disahut Lin dengan pandangan hendak menerkam. Jadilah sekian menit yang singkat itu acara pandang-memandang antara Lin dan mas-mas kafe.
“Gimana kampus Lin?” Tanya Luki.
“Dosen-dosen yang jenggotan, udah pada cukur jenggot, yang belum jenggotan sekarang udah jenggotan, trus kambing di belakang yang kemaren belum mandi sampai sekarang juga belum mandi-mandi. Nungguin lo dateng baru mereka pada mau mandi, kan elo yang mandiin.”, jawab Lin asal.
“Yee, kan yang saya maksud bukan itu. Ada perkembangan apa kek gitu dari mahasiswa mahasiswi baru?”
“Mahasiswa apa mahasiswa?” selidik Lin.
Luki yang ditanya hanya nyengir-nyengir kuda, walaupun gak ada kuda yang seganteng dia. Soalnya masih cakepan kuda sih! Lho??
“Nothing tuh Luk. Sori, sibuk ngurusin skripsi jadi gak ikut jeng-jeng rumpian lagi.” Sergah Lin.